.

Berbagi adalah menjadi harapan dan dambaan bagi setiap orang, apalagi saat orang membutuhkan uluran kasih dari kita.

Sabtu, 10 September 2011

PENDERITAAN YANG MEMBAWA KESELAMATAN Yesaya 29:17-24

Nats ini termasuk dalam kategori Proto Yesaya periode III, dimana pada masa ini Kerajaan Yehuda masih berdiri tetapi sedang dalam posisi terdesak karena harus membuat perjanjian penyerahan kepada Kerajaan Asyur. (II Raja-raja 19:31). Atas saran kerajaan Mesir, mereka melakukan pemberontakan sebanyak dua kali namun dapat dipadamkan oleh Asyur. Menjelang akhir periode ini, tanah-tanah Yehuda banyak yang dirampas, Yerusalem pun dikepung tetapi tidak sampai direbut. (701 SM).
Yesaya melihat semuanya itu sebagai bentuk hukuman Allah atas bangsa itu akibat dosa-dosa mereka. Sikap dan perilaku bangsa Yehuda pada masa itu sangat jahat, mereka tidak percaya lagi kepada Allah malah levbih percaya kepada bangsa Mesir. Mereka banyak melakukan perbuatan-perbuatan jahat dan mabuk-mabukan. (Yes 28 : 7). Oleh karena itu Allah menyerahkan mereka kepada penindasan bangsa-bangsa lain (Yes 29:1-8),  dan mereka menjadi bangsa yang buta ( Yes 29:9-16). Tidak ada yang bisa melepaskan mereka dari hal itu, bahkan Mesir dan Asyur, kecuali Allah sendiri yang sanggup menyelamatkan mereka.
Dalam nats ini kita melihat ada satu pengharapan yang baru yaitu bahwa Allah akan memulihkan mereka dan memperbaharui hati mereka setelah mengalami penindasan yang sedemikian, sehingga akan tampak keadilan Allah yang menyelamatkan orang-orang benar.

Penjelasan
  • Perikop ini dimulai dengan kata “Bukankah hanya sedikit waktu lagi, Libanon akan berubah menjadi kebun buah-buahan, dan kebun buah-buahan itu akan dianggap hutan?”. Kata ini mengisyaratkan bahwa masa itu segera datang, yakni masa pemulihan, masa keselamatan sesudah penindasan. Tidak disebutkan kapan, tetapi sedikit waktu lagi dimana perubahan yang luar biasa akan terjadi akibat pemulihan itu dan pemulihan itu hanya Allah yang dapat lakukan. Libanon yang merupakan tempat tumbuhnya pohon ara yang tinggi dan besar, adalah symbol kesombongan, tetapi dikatakan “sedikit waktu lagi”, akan diubah menjadi kebun buah-buahan, yang melambangkan kerendahan hati artinya Allah akan memperbaharui hati orang yang sombong menjadi rendah hati. “Libanon” menggambarkan keadaan umat Israel yang sebelumnya sangat sombong. Mereka akan ditebang, artinya setelah mereka direndahkan maka akan muncul pertobatan yang akan membuat tanah yang sudah dibersihkan itu menjadi kebun buah-buahan.
  • "Pada waktu itu orang-orang tuli akan mendengar perkataan-perkataan sebuah kitab, dan lepas dari kekelaman dan kegelapan mata orang-orang buta akan melihat. Disini digambarkan aspek lain dari pembaharuan manusia itu, yaitu adanya kesembuhan dari penyakit jasmani dan rohani. Sebab pada masa dikatakan itu orang tuli akan mendengar dan orang buta akan melihat dan bisa membaca firman Allah.. Sebelumnya bangsa itu telah dihukum sehingga mata mereka dipejamkan (Yes 29;10), menjadi tuli dan buta akan firman Allah. (Yes 29:11-12). Tetapi ketika Allah mengerjakan keselamatan itu, mata dan telinga mereka menjadi terbuka dan melihat perbuatan Allah yang ajaib serta hidup dalam terang dan berjalan dalam keadilan.
  • "Orang-orang yang sengsara akan tambah bersukaria di dalam TUHAN, dan orang-orang miskin di antara manusia akan bersorak-sorak di dalam Yang Mahakudus, Allah Israel,” Diantara bangsa yang sudah tuli dan buta tersebut,  masih ada sedikit yang tetap setia dalam ibadah dan ketaatan kepada Allah. Mereka terdesak dan diasingkan, bukan karena kejahatannya tetapi justru karena kesetiannya kepada Allah. Kepada mereka Allah menjanjikan ketika Allah memberi keselamatan itu dan mengubah hati orang-orang jahat, maka mereka akan mendapatkan sukacita yang berlipat ganda. Sukacita yang terpusat kepada Allah Israel yang Kudus. Kata “Yang Mahakudus Allah Israel”sekaligus menekankan tentang keselamatan yang dari Allah dan tentang tanggung jawab moral yang harus dilakukan oleh orang-orang yang telah diselamatkan itu. Ketika keselamatan itu telah diberikan maka mereka harus hidup dalam perilaku yang kudus.
  •  “Sebab orang yang gagah sombong akan berakhir dan orang pencemooh akan habis, dan semua orang yang berniat jahat akan dilenyapkan, yaitu mereka yang begitu saja menyatakan seseorang berdosa di dalam suatu perkara, dan yang memasang jerat terhadap orang yang menegor mereka di pintu gerbang, dan yang mendesak orang benar dengan alasan yang tidak-tidak. Siapakah yang dimaksud dalam hal ini? Itulah orang-orang sombong, yang mengandalkan kekuasaan dan kekayaan dan yang menyalahgunakannya kepada tindakan kejahatan, yang tidak takut akan Tuhan. (bnd.Yes 13:11; 25:3; 29:5); orang yang melangkahi hokum dan menghina para nabi (bnd. Yes 28:14,dst; Maz.42:11; Ams 21:24); para penipu, termasuk pemimpin-pemimpin bangsa itu, hakim-hakim, dan nabi (bnd. Yes 29:10b), yang tidak melakukan tugasnya menggembalakan bangsa itu, yaitu yang membelokkan hukum dan keadilan, (bnd.Ul.21:19; 22:15; Jos.20:4). Sesuai dengan aturan, seharusnya merela menjalankan hokum dengan benar dan adil, tetapi justru mereka tidak melakukannya. Mereka begitu mudahnya memutuskan seseorang itu bersalah tanpa pertimbangan yang matang dan pengadilan yang fair. Mereka menjerat orang yang menegor mereka melalui ancaman atau intimidasi kepada orang yang menyatakan kebenaran. Sehingga banyak orang takut menyatakan kebenaran, akhirnya mereka menjadi apatis dan masa bodoh tehadap keadaan. Tetapi dalam ayat ini Tuhan berjanji akan mengakhiri perbuatan seperti itu dan melenyapkan orang-orang yang melakukannya.
  • "Sebab itu beginilah firman TUHAN, Allah kaum keturunan Yakub, Dia yang telah membebaskan Abraham: "Mulai sekarang Yakub tidak lagi mendapat malu, dan mukanya tidak lagi pucat. Sebab pada waktu mereka, keturunan Yakub itu, melihat apa yang dibuat tangan-Ku di tengah-tengahnya, mereka akan menguduskan nama-Ku; mereka akan menguduskan Yang Kudus, Allah Yakub, dan mereka akan gentar kepada Allah Israel. Keselamatan yang diperbuat Allah berlaku untuk seluruh umat Tuhan Walaupun sebelumnya Israel telah terpecah menjadi dua kerajaan yaitu Israel Utara (Efraim), dan Israel Selatan (Yehuda), dan pada tahun 721 SM Efraim jatuh ke tangan kerjaan Asyur. Namun janji keselamatan itu berlaku untuk semuanya. Itu sebabnya Allah menyatakan janjiNya itu kepada keturunan Yakub. Dari sisi keturunan ke-12 suku Israel mereka adalah satu yaitu keturunan Yakub.
  • "orang-orang yang sesat pikiran akan mendapat pengertian, dan orang-orang yang bersungut-sungut akan menerima pengajaran.”. Allah menjanjikan transformasi dalam hidup bangsa itu, karena orang-orang yang sesat akan mendapat pengertian, dan orang yang bersungut-sungut akan mendapat pengajaran. Itulah buah keselamatn yang diberikan Allah kepada mereka. Allah sendiri yang berjanji untuk mengubah mereka, bukan karena inisiatif mereka sendiri. Itulah bukti betapa Allah setia kepada janjiNya atas bangsa pilihanNya itu.

Relevansinya dengan epistel
 “Aku mengasihi TUHAN, sebab Ia mendengarkan suaraku dan permohonanku”. Itulah ungkapan pertama dari pemazmur  dalam nats Ep. Minggu ini, kesaksian seorang percaya yang sudah mengalami keselamatan dari Allah, yang pernah merasa tali-tali maut telah meliliti hidupnya, yang pernah mengalami kesesakan dan kedukaan dan yang pernah tertindas oleh para pembohong. Oleh karena itu kemudian berjanji untuk membalas segala kebaikan Tuhan melalui hidup yang mengasihi Tuhan, sebab Tuhan sudah lebih dahulu mengasihinya. Mazmur ini adalah keaaksian atas pemulihan dan keselamatan yang dikerjakan oleh Allah dalam hidupnya.
Sejalan dengan nats Ev, dimana Yesaya juga menggambarkan suatu masa yang sulit dan susah yang dialami bangsa Yehuda, tetapi Allah menjanjikan suatu pemulihan dan keselamatan sehingga orang yang sombong berubah menjadi rendah hati, telinga yang tuli bisa mendengar dan mata yang buta bisa melihat, orang yang sesat mendapat pengertian dan orang yang bersungut-sungut mendapat pengajaran.  Semuanya diselamatkan oleh Allah Yang mahakudus, Allah Israel.

  • Dalam hidup kita, sering kali kita juga tidak mau/tidak bisa mendengar  (tuli) terhadap firman Tuhan dan tidak mau/tidak bisa melihat perbuatan-perbuatanNya yang ajaib. Walaupun gereja kita dilengkapi dengan sound system yang bagus, music, nyanyian dan koor yang indah untuk didengar, tetapi seringkali kita hanya menikmatinya sesaat setelah itu melupakannya, banyak alkitab dan buku-buku rohani yang dicetak dalam berbagai bahasa, media massa, audio-visual yang bisa kita baca, tonton dan dengar memberitakan firman Allah, banyak pengkhotbah yang menarik dan punya karunia serta charisma menyampaikan firman Allah, tetapi seringkali itu semua hanya sekedar bacaan, tontonan dan pendengaran yang hanya sepintas menyenangkan, namun tidak pernah berbuah dalam kehidupan kita. Sehingga kita bisa melihat begitu banyaknya orang Kristen yang hidup dalam kegelapan, penyelewengan, korupsi, kejahatan, penyalahgunaan jabatan, dll.. Siapa yang bisa memulihkan semuanya itu? Manusia sendiri tidak akan mampu, Allah sendirilah yang harus turun tangan untuk membuat pembaharuan dalam kehidupan manusia itu. Dan Allah telah melakukan itu melalui Yesus Kristus sang Pembaharu dan Penyelamat kita. Persoalannya, bagaimana kita menghidupi keselamatan dan pembaharuan itu sehingga nyata dan berbuah dalam kehidupan kita.
  • Dalam nats Ev. Ini kita melihat bahwa bangsa Yehuda memang jahat dan berdosa, namun hal tersebut banyak dipengaruhi oleh para pemimpin mereka yaitu para imam, abi-nabi, hakim-hakim, dan tokoh-tokoh masyarakat. Mereka tidak menggembalakan bagsa itu sesuai dengan tugasnya masing-masing, malah sebaliknya mereka mempengaruhi bangsa itu untuk melakukan perbuatan jahat   Mereka menindas orang-orang yang menyatakan kebenaran, sehingga tidak ada yang berani bersaksi terhadap suatu kebenaran. Akhirnya bangsa itu menjadi tuli an buta, walaupun mata mereka terbuka tetapi tidak melihat, telinga mereka terbuka namun tidak mendengar. Dan untuk itu mereka harus dihukum, untuk kemudian mereka mendapatkan pemulihan dan keselamatan.
  • Hal yang kurang lebih sama terjadi dalam kepada bangsa kita saat ini, Penyalahgunaan kekuasaan, penyelewengan, korupsi, dan ketidak adilan terjadi dimana-mana. Sehingga Allah harus bertindak untuk menghukum setiap orang yang melakukannya. Siapapun tidak akan bisa lepas dari hukuman itu, apakah warga biasa, pejabat Negara, hakim, jaksa, polisi, dll. Hukuman Allah boleh saja dilakukan dalam berbagai cara, tidak hanya secara hukum formal, tetapi itu boleh terjadi lewat penyakit, kerugian, hujatan, hinaan, dll. Jika kita mendengar ada suara rakyat yang menghujat dan menghina para pemimpinnya, sebenarnya itu terjadi bisa saja sebagai cara Tuhan untuk mengingatkan mereka (para pemimpin) agar bertindak sesuai dengan kebenaran dan keadilan.
  • Walaupun dalam nats ini, ada tekanan dan jeratan kepada orang-orang yang menyatakan kebenaran, namun kita harus tetap berani dan kritis sebab itulah tanggung jawab kita sebagai umat Tuhan untuk menyatakan yang salah itu salah dan yang benar itu benar. Oleh karena itu sebagai tanda kasih kita kepada Tuhan yang telah memulihkan dan menyelamatkan kita, kita harus berani menyatakan suara kenabian tentang berbagai hal yang terjadi dalam negara dan bangsa kita, sehingga kita tidak menjadi bangsa yang tuli, buta, sesat dan bersungut-sungut. AMIN

Sabtu, 12 Maret 2011

minggu Infocavit 13 Maret 2011

HIDUP  DALAM   LINDUNGAN   TUHAN
Mazmur 91: 1-9



S
emua orang mendambakan hidup yang tenang dan tenteram, penuh kedamaian dalam hidupnya. Harapan ini menjadi  impian semua orang. Namun di dalam hidup kita sering bertemu dengan ancaman yang bisa membahayakan kita. Apa arti hidup kita? Kita hidup hanya sekali. Dan umur kita pun terbatas. Tidak bisa diulang atau diperpanjang. Sekali saja. Karena itu sebenarnya hidup kita sangat berarti. Ada banyak hal yang patut membuat kita berpikir tentang hidup ini. Hidup begitu sarat dengan pengalaman dan angan-angan, dengan pelbagai perasaan serta dambaan, dengan banyak kesempatan dan kesulitan. Hidup kita mengandung sejuta makna.  Hidup selalu diperhadapkan dengan harapan dan kenyataan. Harapan tidak selalu menjadi kenyataan, bahkan sering hidup penuh dengan masalah dan persoalan. Sering di dalam hidup ditandai dengan permusuhan, pencobaan, ancaman malapetaka dan rintangan. Apa yang kita lakukan dikala kita bertemu dengan dunia yang penuh ancaman ini?
Mazmur 91 ini mengajak pendoa supaya  teguh percaya kepada Tuhan di dalam hidup ini dan meyakinkan pendoa  bahwa Tuhan adalah  penyelamat dan pelindung. Allah yang setia  dan selalu menyertai orang yang percaya kepada-Nya. Barangsiapa yang percaya, dia tidak perlu takut. “Berbahagialah semua  orang  yang berlindung kepadanya!” (2:12). Nas ini merupakan  gambaran kehidupan yang dilakoni manusia. Banyak yang mengancam kehidupan kita, baik kehidupan pribadi maupun kehidupan keluarga. Pasti tidak ada manusia yang menghendaki penderitaan, kesulitan, tantangan, ancaman ada di dalam hidupnya. Kesemuanya itu adalah bagian dari perjalanan hidup yang harus kita hadapi dan jalani. Untuk ini pemzmur mengajak kita:

a.      Ayat 1-2. Ajakan untuk menyerahkan diri kepada Tuhan

Kedua ayat  pembukaan ini adalah suatu ajakan  untuk menyerahkan  diri kepada Tuhan. Kata-kata ini disampaikan kepada peziarah atau orang yang datang beribadah dan berdoa.  “Tinggal” di sini tidaklah berarti terus-menerus berdiam secara fisik di lingkungan Bait Suci, tetapi menunjukkan sikap  dan kerinduan akan perlindungan Tuhan. ‘Lindungan” dan “naungan”, kedua kata ini kemudian menjadi berkembang menjadi  doa-liturgis  untuk menunjukkan perlindungan Allah  yang diperoleh  dari lingkungan Bait Suci (bd.Mzm. 17:8;36:8;57:2). Bisa kita bandingkan dengan pembangunan gedung gereja di Tapanuli umunya selalu diusahakan di tempat yang agak tinggi, agar semua jemaat melihat gedung gereja itu. Kemudian dengan membunyikan lonceng gereja setiap jam 6.00 pagi dan jam 18.00 sore, maka jemaat meyakini kehadiran Tuhan di dalam keseharian hidup mereka.
Tuhan (ay.2) adalah “Yang Mahatinggi” dan “Yang Mahakuasa” (ay. 1). Kedua sebutan ini punya sejarah.  Penggunaan sejajar dari  sebutan”Yang Mahatinggi” dan “Yang Mahakuasa” terdapat hanya pada mazmur ini, menunjukkan kuasa perlindungan dan naungan-Nya bagi orang yang datang kepada-Nya. Doa yang diusulkan kepada peziarah (ay.2) sebenarnya adalah jiwa  dari setiap  pemazmur yang menderita (bd. mis. 18:3; 31:4; 71:3; 144:2). Hanya pada Tuhanlah  hati manusia dapat tenang (bd. 62:2,6,9).

b.      Ayat 3-9 Kata-kata peneguhan bagi yang percaya

Bait ini adalah suatu ucapan langsung kepada pemazmur (pendoa) dan disampaikan oleh petugas liturgi. Dia ingin mendorong dan meyakinkan pemzmur akan kepastian perlindungan Tuhan Yang Mahatinggi. Dia berbicara dalam bahasa gambaran. Dari mana datangnya ancaman dan bahaya itu tidak disebutkan. Dalam mazmur-mazmur lain ancaman itu biasanya datang dari pihak musuh, orang fasik (ay.3,5) atau dari Tuhan sendiri untuk menghukum orang fasik (ay. 3,5-8). Ancaman dan malapetaka yang dilukiskan di sini dapat dilihat sebagai perwujudan dan kejahatan.
Bait ini terdiri dari dua bagian (3-8,9-13) yang sama isinya, tetapi berbeda tekanannya. Pemazmur diyakinkan:
(i).   bahwa Tuhan akan melepaskan dari jerat yang dipasang oleh orang fasik secara sembunyi-sembunyi untuk menangkap dan mencelakakan dia (bd. 119:10; 140:6; 141:9; 142:4). Jerat adalah rencana busuk, tetapi jerat bisa juga sesuatu konteks hidup atau pergaulan yang mencelakakan orang lain (bd. Yos.23:13; Ams.22:5,24);
(ii).  bahwa Tuhan akan melindungi dia dengan:”kepak dan sayap-Nya”(ay.4). Tuhan disamakan dengan burung besar (bd. Kel.19:4; Ul.32:11-12; Mat.23:37). Mungkin kedua metaphor ini menunjuk pada  kedua kerub yang bersayap yang menjadi  seperti  penjaga tabut perjanjian dalam ruang yang mahakudus (Kel.25:16-20; 1Raj. 6:24-32; 8:6). Tuhan adalah Allah”yang bersemayam di atas kerubim”(1Sam. 4:4; Mzm. 80:2; 99:1). Datang ke ”kemah” Tuhan berarti datang berlindung di bawah naungan sayap-sayap-Nya (Mzm. 61:5; bd. pula 17:8; 36:8; 57:2; 63:8). Perlindungan Tuhan itu teguh karena Dia adalah ‘Allah yang setia”(Mzm. 31:6). Kesetiaan-Nya adalah perisai-perisai pelindung.”Perisai” adalah metafora perang. Karena itu rasanya kurang pas dengan gambaran “jerat”(ay. 3).

Bagian pertama, Siapa yang mendapat perlindungan Tuhan, tidak perlu takut (ay.5-8). Subyek sub-bagian ini bukan lagi Tuhan, melainkan pemazmur. Dia tidak perlu takut akan “kedahsyatan malam”(ay.5).”Malam” adalah saat bencana  atau malapetaka yang kerap  mendatangi orang secara tiba-tiba dan tak terduga (bd. Ams.3:25). “Malam” adalah saat kekuasaan iblis dan roh-roh jahat. Dia juga tidak perlu takut akan ancaman panah yang mematikan yang biasanya dibidikkan oleh orang-orang fasik terhadap orang benar dari tempat yang gelap. (Mzm. 11:2; 64:4-5; 64:6 menyebut pula perangkap, bd. 91:3). Keterangan”di waktu siang” mungkin untuk menekankan ancaman bahaya yang sudah tidak mengenal waktu. Juga “tengah hari” (waktu istirahat siang, bd. Kej. 18:1-5) adalah saat yang baik untuk mengadakan serangan yang tiba-tiba (bd. Yer. 6:4). Orang yang dilindungi oleh Tuhan juga tidak perlu takut akan penyakit sampar dan menular yang biasanya dikirim oleh Tuhan sebagai hukuman (Mzm. 6; bd. 78:49-50). Pada Habakuk 3:5 penyakit-penyakit ini berjalan di hadapan Tuhan sebagai pengiring-Nya. Penyakit-penyakit ini mungkin pula menggambarkan kekuatan kegelapan atau iblis. Kekuatan kegelapan menjatuhkan amat banyak orang, tetapi hal itu tidak akan menimpa orang yang percaya kepada Tuhan (Mzm.7; bd. 3). Dia hanya akan berdiri menyaksikan hukuman atas orang-orang fasik itu. Lukisan ayat 7 mengingatkan kita akan perang. Penyair menggunakan bahasa yang kuat (bd. 3:7) hanya untuk menyatakan besarnya perlindungan Tuhan bagi orang yang percaya. Hidup yang penuh ancaman dan bahaya digambarkan sebagai suatu pertempuran melawan kekuasaaam-kekuasaan yang jahat.
Bagian kedua (ay.9-13) menekankan sekali lagi perlindungan Tuhan bagi orang yang percaya. Ay.9 berfungsi sebagai pembukaan untuk menekankan bahwa malapetaka atau tulah tak mendekati”kemah” orang yang percaya kepada Tuhan (ay.10) sebab Dia mengirim malaikat-malaikatnya untuk menjaga jalannya (ay.11). Di sini digunakan kata”kemah” dan bukan “pondok” atau “rumah”, karena di sini hidup digambarkan sebagai suatu perjalanan. Penjagaan yang diberikan oleh para malaikat itu begitu istimewa sehingga orang yang percaya kepada Tuhan itu seperti ditantang di atas tangan mereka (ay.12a). Penjagaan itu membuat dia terhindar dari bahaya tersandung pada batu (ay.12b). Bukan hanya itu! Penjagaan itu akan membuat dia mengalahkan ancaman-ancaman yang paling berbahaya dan mematikan sekalipun(ay.13).

Renungan:

Mazmur 91 ini mengajak kita untuk tetap berdoa dan tetap teguh percaya kepada Tuhan di dalam hidup kita yang penuh ancaman dan rintangan ini. Keamanan kita didasarkan pada sifat Allah, Yang Maha-Tinggi dan Mahakuasa yang memberi  perlindungan dan naungan. Kita adalah orang yang sering kurang percaya atau seperti Petrus yang lekas bimbang ketika menghadapi bahaya (bd. Mat.14:29-31). Kita perlu terus-menerus mendengar firman yang menyelamatkan ini: Aku akan menyertai engkau di dalam kesesakan” dan dengan rendah hati kita berdoa;”Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!”(Mrk. 9:24).
   Mazmur 91 ini sangat menekankan kepercayaan kepada Tuhan. Keamanan kita juga dilandasi pada iman pribadi. Allah yang kupercaya, dan dalam mempercayai Allah aku akan memperoleh baik tempat perlindungan maupun kubu pertahanan. Dia yang akan memberikan baik keamanan bagi mereka yang mempercayai Dia, maupun keamanan dari bahaya-bahaya yang mengancam.Tetapi apa artinya percaya itu baru menjadi lebih jelas dalam jawaban Yesus kepada Iblis ketika ia dicobai di bubung bait Allah (Mat. 4:5-7; Luk. 4:9-12). Orang yang percaya tidak mencobai Tuhan dengan menguji apakah Dia setia dengan firman-Nya atau tidak. Orang yang percaya juga tidak mencari mujizat, bahaya atau sensasi. Orang yang percaya menyerahkan diri kepada Tuhan dan taat kepada-Nya.”Siapa yang percaya, tidak akan tergesa-gesa”(Yes. 28:16). Dia menanti-nantikan Tuhan. (bd. 25:1-3).
Mazmur 91 ini juga memperlihatkan landasan keamanan kita ialah kesetiaan Allah. Hidup itu adalah suatu perjalanan (menuju Allah) penuh perjuangan dan tantangan. Akan tetapi, bagi yang percaya kepada Allah akan menyertai dia dan memperlihatkan keselamatan yang datang dari pada-Nya. Hal ini juga berlaku bagi gereja. Dengan pertolongan Tuhan, Iblis dapat ditaklukan. Namun janganlah murid-murid bersukacita karena roh-roh jahat itu ditaklukan, tetapi hendaknya mereka bersukacita karena Tuhan mereka sebagai sahabat dan milik-Nya (bd. Luk. 10:17-20).
Mazmur 91 menunjukkan keterjaminan keamanan itu menyangkut segi tabiat, di mana kebenaran  itu dipentaskan dengan memperhadapkan nasib orang fasik Keamanan itu menyentuh segenap waktu, malam… siang, segala keadaan gelap…petang; segala bahaya, segala macam bencana. Jadi orang percaya itu selalu memiliki kekayaan keamanan di dalam Allah yang tidak dikenal dunia.

Pdt.Luhut P. Hutajulu,M.Th.,D.Minn

Sabtu, 05 Maret 2011

Renungan Minggu, 06 Maret 2011

Melayani dengan Sukacita dan Sukarela
(Lukas 10: 38-42)
Saudara tentu pernah menyambut tamu di rumah, bukan? Masih ingatkah apa yang saudara lakukan saat itu? Banyak orang sengaja merepotkan diri berbelanja, memasak, pulang kerja lebih cepat dan merapikan rumah yang selama ini berantakan, hanya agar dapat menyambut tamu dengan kehangatan maksimal. Jelas ini wujud kasih yang besar terhadap tamu-tamu kita. Ketika dikunjungi Tuhan Yesus di rumahnya, Marta melakukan hal yang sama pula. Sebagai tuan rumah yang baik, Marta juga sibuk menghidangkan sesuatu untuk Tuhan Yesus.
Siapapun akan senang menerima sambutan hangat seperti ini. Saya yakin Tuhan Yesus pun demikian. Lalu kenapa kemudian nampak ada persoalan di dalam pertemuan itu? Kenapa di akhir cerita Tuhan Yesus nampak lebih menghargai Maria daripada Marta?
Rasanya Marta dan Maria masing-masing telah melakukan tugas dengan benar. Yang seorang menemani Tuhan Yesus, yang lain menyiapkan hidangan. Bayangkan betapa hausnya Tuhan Yesus jika Maria dan Marta hanya mendengarkan-Nya berbicara. Tetapi juga betapa kasihannya Dia jika ditinggal sendirian di ruang tamu, sementara tuan rumah sibuk memasak di dapur. Jadi, baik Maria maupun Marta patut dihargai karena kesigapan masing-masing. Sambutan dan pelayanan mereka itu sudah hampir sempurna.
Hanya saja ada satu kekurangan, dan itu muncul dari Marta. Bukan karena pekerjaannya, tetapi sikapnya yang terlalu sibuk. Ketika mulai kewalahan melayani, mulai jugalah Marta cemburu dan iri kepada adiknya, Maria, yang hanya duduk mendengar Tuhan Yesus. Ia merasa bekerja sendiri, sibuk sendiri dan capek sendiri, sementara yang lain santai seolah tak peduli. Cemburu dan iri hati ini kemudian melahirkan kemarahan. Sekalipun halus, namun dirasakan Yesus sehingga Ia menasehati dengan lembut: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara". Paduan cemburu, iri hati dan kemarahan itulah yang kemudian merenggut sukacita dan kerelaan Marta dalam melayani. Sukacitanya berganti sungut-sungut. Kerelaan menjadi tuntutan. Pelayanan berubah menjadi pekerjaan, yang dilakukan separuh hati.
Menganalisa pengalaman ini, kita bisa menemukan beberapa pencuri sukacita itu. Pertama, sukacita hilang ketika kita merasa tidak ada yang peduli dengan pelayanan kita. Kita seolah bekerja sendiri, tidak dipandang dan juga tidak mendapat pertolongan. Hati kita menjadi hambar. Kedua, sukacita hilang ketika kita merasa pelayanan orang lain lebih ringan daripada pelayanan kita. Kita suka membanding-bandingkan. Kita mulai berpikir iri: "Mereka hanya rapat dan rapat, sementara kami yang menjalankan. Eeh... malah enak-enakan kasih komentar". Ketiga, sukacita hilang ketika hati kita tidak lagi fokus pada pihak yang kita layani. Sukacita Marta hilang karena ia hanya memikirkan berat pekerjaannya, yang tidak mampu dihadapinya sendiri. Akibatnya, penghargaannya berkurang pada Tuhan Yesus yang hanya duduk dan ngobrol dengan Maria.
Sikap Marta ini dinilai sebagai tindakan menyusahkan diri sendiri, sebab bukan makanan yang dicari Tuhan Yesus, melainkan makna persekutuan. Persekutuan itu terjalin antara Tuhan Yesus dan Maria, dan itu lebih utama daripada makanan jasmani; sebab manusia hidup bukan dari roti saja tetapi terlebih oleh firman Tuhan yang mampu menghidupkan jiwa-jiwa yang telah mati.
Saudara, melayani tanpa sukacita itu melelahkan. Melayani tanpa kerelaan itu merugikan. Melayani tanpa memandang kepada Tuhan tentulah juga sia-sia. Jika begini terus kita hanya mendapat kekecewaan dan kepahitan hati. Oleh karena itu, mari berikan hati kita kepada Tuhan sepenuhnya. Hanya dengan begitu, kita akan mampu melakukan segala sesuatu seperti untuk Tuhan, bukan semata untuk manusia. Dengan begitu pula, maka tidak ada lagi ruang untuk kecemburuan, iri hati dan kemarahan. Selamat melayani dengan rela dan sukacita. Amin.

Sabtu, 29 Januari 2011

KHOTBAH MINGGU, 30 JANUARI 2011 "YESUS MENDENGAR SERUAN UMATNYA" (Yohanes 2:1-12)

Minggu ini kita sudah memasuki Minggu Ephipanias ke III artinya melalui Firman Tuhan kehidupan umatnya selalau dalam ketaatan kepada Tuhan.  Selama kita masih hidup di dunia ini kuasa kegelapan  tetap ingin menghambat perjalanan hidup kita, maka tanpa Firman Allah, kita tidak sanggup berbuat apa–apa. Sebab Firman Tuhanlah yang menjadi  Terang dan penuntun bagi jalan orang percaya kepadaNya ( Maz 119 : 105 ).
Firman Tuhan hari ini meneguhkan kita bahwa Allah senantiasa bekerja untuk kebaikan umatNya. Ia selalu hadir untuk menyertai, melihat dan mendukung mekanisme kehidupan orang-orang yang berkenan kepadaNya. Ia mendengar dan menolong orang yang berseru kepadaNya, sepanjang seruan yang disampaikan itu dapat direstui. Pengalaman umat percaya sepanjang masa membuktikan, bahwa Allah senantiasa mendengar seruan umatNya. Ia mendengar dan menjawab seruan tepat pada waktu yang dikehendakiNya. Hal itu dilakukanNya untuk menopang keberadaan orang percaya sepanjang masa.
Ketaatan pada perintah Allah menghasilkan apa saja yang bermanfaat untuk masa kini dan masa yang akan datang. Ketaatan terhadap firman-firmanNya dan melakukannya dengan tepat akan sangat berguna bagi siapa yang percaya kepadaNya. Perintah Allah berguna untuk didengar dan bermanfaat untuk dilakukan. Allah mencukupkan kebutuhan umat manusia, agar setiap orang selalu datang dan berseru kepadaNya. Dia memberi kepada setiap orang dengan limit “cukup.”
Allah sendirilah sumber dan tujuan kehidupan yang sesungguhnya. Oleh sebab itu Dia telah menyediakan unsur-unsur pendukung untuk kehidupan manusia di bumi ini. Ia mempersiapkan semua fasilitas kehidupan, sebagai bukti betapa bumi ini layak dihuni untuk menjalankan kehidupan. Hukum-hukum semesta diberlakukan untuk mengendalikan bumi dan segala isinya. Bukan hanya itu saja, Ia juga hadir dan menyertai umatNya. Kehadirannya memperkuat dan memperkokoh kehidupan umat percaya sepanjang masa.
Kehadiran Yesus dalam seluruh kehidupan manusia terbukti dapat memberikan sukacita, kesenangan, kelimpahan, penguatan, semangat baru dan kepuasan bagi kita. Jika Yesus absen dalam kehidupan manusia, maka manusia hidup di luar Tuhan. Mekanisme kehidupan ini ternyata tidak sempurna, jika Yesus membiarkan manusia melakukan segala sesuatu tanpa firman Allah. Jika Allah berada di luar diri manusia, maka hal itu merupakan awal dari kebinasaan terhadap yang bersangkutan. Jika Allah membiarkan manusia untuk menempuh seluruh mekanisme kehidupan tanpa kendali, menyelenggarakan aktivitas di luar firman Tuhan, maka realitas hidupnya ibarat rentetan gerbong kereta api yang sudah keluar dari rel. Dengan demikian apa yang terjadi?
Ketaatan adalah satu dari sistem keselamatan umat Israel. Taat melalui prosedur yang dikehendaki oleh Allah merupakan langkah yang aman bagi setiap orang. Ketaatan kepada Allah pasti menguntungkan bagi pelakunya kapan dan di mana saja.
Melaksanakan mekanisme kehidupan bersama-sama dengan Yesus terbukti dapat menghasilkan sukacita bagi setiap orang yang berjalan di semua jalan hidup yang ditetapkanNya. Ia bersedia dan mendengar segala seruan umatNya. Amin

Rabu, 19 Januari 2011

Layanilah Tuhan

Roma 12:11

Bekerjalah dengan rajin. Jangan malas. Bekerjalah untuk Tuhan dengan semangat dari Roh Allah.
Unang sumurut ringgas ni rohamuna! Partondi na girgir ma hamu! Oloi hamu ma Tuhan i!

Tugas utama pengikut Kristus adalah mewujudkan kasih dalam hidupnya seperti kasih Kristus kepada manusia. Kasih yang tidak mengharapkan balasan, kasih yang tulus, kasih yang berlangsung terus menerus. Kasih inilah yang menjadi ibadah sejati orang Kristen. Untuk itu kasih harus dibaharui dari hari ke hari, dan tentu saja banyak hal yang menjadi tantangannya, diantaranya adalah konsistensi. Seseorang dapat saja memiliki kasih karena kedua belah pihak memang sama-sama membutuhkan atau hubungan mereka sedang hangat-hangatnya. Namun bagaimana jika menghadapi persoalan ? dapatkan kasih itu dipertahankan ? Untuk itulah Paulus menasihatkan kita supaya jangan hendaknya kerajinan kita kendor, biarlah roh kita tetap selalu menyala untuk melayani Tuhan.
Setiap orang pasti mempunyai tanggungjawab masing-masing. Baik sebagai ayah, ibu, pekerja, majelis, pendeta, dan lain sebagainya. Tugas tersebut dipercayakan oleh Allah melalui lembaga formal di dunia ini. Masing-masing profesi itu adalah merupakan ladang pelayanan dalam bentuk yang berbeda-beda, dan masing-masing aktifitas tersebut memiliki sukacita serta tantangan yang berbeda pula. Mari kita jaga bersama konsistensi pelayanan tersebut, supaya tidak ada seorangpun yang menjadi kendor semangatnya. Jika hal ini dapat dijaga terus, maka semua akan menikmati sukacita dengan pelayanannya masing-masing. Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan. Amin

Sabtu, 15 Januari 2011

Khotba Minggu, 16 Januari 2011


KEKRISTENAN ADALAH RELASI

MINGGU 1 EPIPHANIAS  -  MINGGU, 16 JANUARI 2011

Ev: Johannes 1:43-51                                                                    Ep: 1Johannes 5 : 11 – 13


Kekristenan adalah relasi (hubungan) dan relasi adalah segalanya. Tidak banyak teman-teman dari non-kristiani yang paham bahwa Kristianitas (Christianity) menempatkan RELASI dan bukan ATURAN-ATURAN AGAMA sebagaimana bagian dari ibadah yang paling utama.

Kristianitas meyakini hubungan pribadi melebihi filosofi dan aktifitas keagamaan. Relasi kita dengan Allah yang menciptakan kita adalah segala-galanya. Yesus berkata bahwa "hukum" yang paling utama adalah mengasihi Allah, lalu diikuti mengasihi sesama kita. Tiada lain, Hukumnya adalah relasi!
Dan ibadahnya bukanlah ritus-ritus aturan, melainkan relasi kasih diantara makhluk dan Khaliknya. Itulah system dan "aturan"nya yang terutama.

Bukankah aspek kehidupan kita yang paling pokok adalah relasi kita dengan orang-tua kita, suami, istri, anak-anak, teman-teman, calon pasangan kita, dst.?

Tanpa relasi, kita hanya menemukan kehidupan dan dunia yang hampa. Anggur pesta boleh berlimpah, musi
k boleh menggelegar, bahkan narkoba dan sex bisa berpora-ria. Namun, tanpa relasi, Anda akan ditinggalkan dalam ketandusan dan kehampaan jiwa. Bahkan relasi sesama manusia-pun tidak akan memadai tanpa disertai dengan relasi dengan Pencipta dirinya, Mengapa begitu?

Ya, Alkitab menerangkan kepada kita bahwa akar dari kehampaan adalah karena manusia memalingkan mukanya dari Allah, yang merupakan SUMBER HIDUP YANG SEJATI.

Kehidupan (yang sejati dan kekal) hanya berfungsi ketika kita ber-relasi intim dengan sumber-hidup, yaitu Yesus! yang menyatu dalam Bapa dan Roh
-Nya (Yoh. 8:42; 10:30; 15:26; 14:10, dll). Sebaliknya roh-jahat amat takut bila terjadinya pengenalan Allah oleh manusia, dan relasi antara manusia dengan penciptanya. Sebab itu akan berarti pertobatan manusia kepada Khaliknya yang berakibatkan kebangkrutan kerajaan-iblis. Itulah sebabnya roh-jahat memakai tangan-tangan manusia untuk menolak keseluruhan konsep-relasi ini. Ia menolah "Bapa" dan "Anak" dan "Roh Kudus". Keberadaan Anak Allah dianggap sebagai pencemaran kekudusan Allah yang tak mungkin beranak karena Ia tidak munkin ber-istri (padahal sama tidak ada orang Kristiani yang mengimani Allah yang beristri dan beranak). Kemudian keilahian Roh Kudus digeser menjadi hakekatnya seorang makhluk malaikat saja. Dan hubungan langsung dari anak manusia dengan Allahnya dimustahilkan, karena Allah bukan Bapanya siapa-siapa melainkan Dia-lah Dia yang tak terjangkau oleh makhlukNya. Bahkan terhadap Yesuspun didongengkan dalam berbagai versi tentang putusnya hubungan Yesus dengan murid-muridNya, mulai dari menghilangkan Yesus yang tersalib, atau jenazahnya yang dicuri, atau akhirnya pengutusan kenabianNya dialihkan ke negeri Timur entah kemana, dan dialihkan oleh Allah yang mana (lihat Artikel Tanggapan atas kritik terhadap penyaliban Yesus (2). Padalah dimana-mana Yesus selalu menjanjikan penyertaanNya kepada para pengikutNya sampai pada akhir zaman!

Roh-jahat tidak ingin adanya hubungan-kasih dan relasi rohaniah ini. Namun sejak kejatuhan Adam, Allah justru merancang pemulihan hubungan istimewa ini dengan meng-inkarnasikan FirmanNya kedalam dunia menjadi manusia yang digenapi dalam (Yoh
. 1:1,14). InkarnasiNya ini dimaksudkan agar bisa be-relasi dan berfirman langsung dengan mansuia. Sejak itu, tidak diperlukan lagi peran antara berupa nabi-nabi, atau agen penyampai-wahyu yang lain : Ibrani 1:1-3
Dengan membaca secara seksama ayat-ayat diatas, kita bisa mengerti bahwa Yesuslah yang menjalankan misi dan janji keselamatan Allah, langsung kepada murid-muridNya, dan kini kepada setiap manusia. Ia berulang-ulang menyerukan relasi langsung: "Ikutlah Aku" (Mat. 4:19 ; 8:22; 9:9; 19:21; Mark. 1:17; 2:14; 10:21; Luk. 5:27; 9:59; 18:22; Yoh. 1:43; 21:19; 21:22).

Ia tidak berkata : "Ikutlah Agama Musa" atau "Ikutlah Agama Abraham", atau bahkan "Ikutlah Agama-Ku". Tuhan Yesus tidak memanggil orang-orang untuk mengikuti sebuah agama, atau sekumpulan kaidah, ibadah atau upacarawi keagamaan yang jelas bukan merupakan sumber dan pusat penyelamatan.

Ia mengundang Anda dan saya untuk datang langsung kepada DiriNya, berelasi dengan PribadiNya yang merupakan sumber-daya dan pelaku penyelamatan secara kepastian!.

"Ikutlah Aku" versus "Ikutlah agamaku"


Mengikut Yesus sama sekali bukanlah ikut melangkahkan kaki secara lahiriah. Ketika Yesus mengingatkan Petrus untuk mengikutiNya menjelang kepergianNya ke Surga, itu bukan dimaksudkan agar Petrus mengikuti Dia sekalian ke Surga. Orang-orang yang dipanggil untuk ikut Yesus dimaksudkan agar menyerahkan hidupnya bagi DIRI YESUS yang merupakan pusat keselamatan yang sejati, yaitu 'Akulah jalan dan kebenaran dan hidup' (Yoh. 14:6). Keselamatan dan berkat-berkat Abraham adalah tertanam dalam diriNya, bukan dalam filosofi tentang diriNya. Karena itu ada perbedaan besar antara "Ikutlah Aku" (baca: Ikutlah Yesus, disingkat IA) dan "ikutlah agamaku" (baca: ikut sebuah agama, disingkat IAK). Di dunia ini kita berhadapan dengan 2 mazhab pengikut seperti itu, satu dan lainnya mencari keselamatan dengan cara yang sangat berbeda secara mendasar. Beberapa kesenjangan yang pokok kita ringkaskan disini :
1. Kesenjangan kedekatan dengan sumber Firman


Konsep (IA) memfokuskan Yesus sebagai Pribadi Firman ("Pemilik-firman") yang berfirman dan berelasi langsung dengan pengikut firmanNya, yang sekaligus menjadi saksi mata atas firmanNya.
Sebaliknya konsep (IAK) memfokuskan wahyu dari "Pemilik Firman" yang dipercaya telah didikte-kan kepada manusia, lewat perantara makhluk tertentu (baca: malaikat) untuk diteruskan kedalam ingatan manusia tertentu (baca: nabi) sebelum diucapkan kepada manusia. Disini jelas bahwa relasi antara Pemilik-firman dan pengikutNya adalah sedemikian jauhnya, sehingga praktis tak dapat di-substansikan. Bahkan pengikut firmanNya sendiri tidak menjadi saksi mata atas firman Allah yang diwahyukan lewat 2 tahapan makhluk perantara.

Akibatnya, para pengikut (IA), kini dan sampai kapanpun dapat selalu berkomunikasi langsung dengan "Pemilik-firman", karena peranNya sebagai Imanuel selalu aktif dan langsung.
Sebaliknya menajdi pertanyaan terbuka, bagaimanakah penganut (IAK) kini dapat berdoa, bersembahyang, atau berkomunikasi langsung dengan "Pemilik-firman", mengingat dulu-dulu-pun Firman dan komunikasi Allah-nya tidak pernah diwahyukan secara langsung, kenapa Allah dulu-dulunya tidak berwahyu langsung pula, melainkan lewat 2 tahapan makhluk perantara?
2. Kesenjangan akan jaminan keselamatan


Konsep "Ikutlah Aku" mengakui Yesus Kristus sebagai pemilik dari pengikutNya. Mereka adalah doma-domba milikNya dan Dia adalah Gembala yang baik, Penyelamat (penebus) dan yang empunya Surga
. Yohanes 14:3 :Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada.
Karena Yesus Kristus adalah sosok gembala, penyelamat dan pemilik Surga, maka para pengikutNya tidak akan tersesat tidak sampai ke tujuannya. Mereka ikut Yesus, dan itu sudah langsung masuk dalam gerbong kereta yang jalur-keretanya sudah benar sampai ke tujuannya, yaitu lurus ke Surga, dan tidak kebingungan dalam persimpangan memohon untuk ditunjuki lagi mana jalan yang lurus!.


Keselamatan adalah anugerah langsung dan pasti dari Sang Gembala kepada domba-domba yang berelasi dengan diriNya. Maka keselamatan-kekal bukanlah hasil-usaha manusia, karena manusia yang tidak kekal (yaitu domba yang lemah, rapuh dan rawan, yang amat tak berdaya dihadapan Tuhan) sungguh tak mampu mengusahakan sebuah keselamatan kekal bagi dirinya. Menyelamatkan diri kita sendiri saja kita tidak sanggup; maka bagaimana dapat kita menyelamatkan diri kita dari neraka, suatu kematian kekal akibat dosa-dosa kita?

Alkitab berkata, bahwa keselamatan itu anugerah Allah, bukan sebuah usaha manusia
(Ef. 2:8-9). Namun salah paham Anda jikalau menyangka bahwa dengan anugerah yang cuma-cuma ini lalu anak-anak Tuhan akan ber-ongkang-onkang kaki tidak usah berbuat apa-apa lagi, karena merasa sudah selamat, itu bukan namanya anak-Tuhan, melainkan anak durhaka, yang tidak tahu berterima-kasih!.Membalas budi, bukan membeli budi

Justu karena kebaikan Tuhan itulah, kini kita rindu melakukan perintah dan kehendakNya. Perbuatan-perbuatan baik kita lakukan sebagai ungkapan syukur dan kasih kita atas keselamatan yang telah Dia berikan dengan Cuma-Cuma kepada kita, bukan untuk "membeli" keselamatan, lewat setoran pahala. Dengan kata sehari-hari, kita "membalas budi" bukan membeli budi!


Sebaliknya konsep (IAK) tidak memberikan jaminan-pasti keselamatan. Para pengikut sebuah agama mengandalkan usaha dan perjuangan mereka untuk memahami dan mentaati pernik hukum, rukun, ibadah dan aturan upacarawi keagamaan yang ditetapkan oleh Allah, agar dapat mengusahakan amal-pahala yang mudah-mudahan cukup melayakkan keselamatannya kelak. Disini Allah bersuara lewat nabiNya, agar manusia ber-action dalam tindak-penyelamatan. Sebaliknya Yesus Kristus telah bersuara dan ber-action! Yesus sendiri turun tangan turun ke dunia untuk menyelamatkan anak-anakNya yang tak berdaya keluar dari pembelengguan dosa yang mematikan. Dia yang mematahkan kematian, dan bangkit dan memberi hidup bagi mereka
yang menjawab undanganNya yang unik  "Ikutlah Aku"!.

3. Kesenjangan peluang keselamatan karena beda ilmu agamanya


Konsep (IAK) mutlak menuntut pemahaman ilmu agama bagi setiap pengikut yang benar, yaitu penguasaan pasal-pasal hukum, akidah, ritual ibadah, aturan-aturan upacarawi keagamaan, jenis pahala dan bobotnya dll. agar dapat mengoperasikannya secara benar dan maksimal apa-apa yang diharuskan dan yang seyogyanya dalam aturan agamanya. Juga apa-apa yang harus diharamkan, dan apa yang masih boleh ditoleransikan. Dengan demikian, tentu banyak aturan-aturan yang masih "tersembunyi" bagi para pengikutnya, baik yang tersurat, yang tersirat, perbedaan tafsir dan mazhab, dan bagaimanapun memang ada saja yang tidak mampu tahu semuanya!

Secara natural tuntutan demikian akan membagi para pengikut menjadi pihak yang lebih ber-ilmu dan pihak yang kurang berilmu dalam pemahaman agamawi yang menghasilkan pahala, yang pada gilirannya dapat menciptakan peluang keselamatan yang berbeda diantara keduanya. Khususnya bagi orang yang miskin ilmu-agama karena termasuk yang buta-huruf, kurang akal, cacat fisik tertentu, atau setidaknya bagi pengikut pemula atau petobat kasep (sesaat menjelang kematiannya).

Sebaliknya konsep (IA) berpusat pada relasi kasih. "Ikutlah Aku" adalah seruan kasih Yesus yang amat sederhana dan mendasar untuk menyelamatkan siapa saja yang merespon undanganNya untuk be-relasi. "Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat", demikian panggilan kasih Yesus kepada manusia (Mat
. 11:28 ). Panggilan keselamatan yang tidak ada urusannya dengan apakah dia si buta-tuli-bisu, ataukah dia "ahli Taurat". Tak peduli ia laki-laki atau perempuan, kriminal atau pemungut cukai, tahu cara dan ritual beribadah atau tidak. Ikut Yesus tidak memerlukan ilmu, melainkan Iman!

Untuk itu, marilah kita renungkan sejenak kisah seorang criminal yang tersalib disamping Yesus
(Luk. 23:33-43).

Pada detik-detik terakhir, si penjahat ini meminta Yesus menerima dia sebagai pengikutNya "Yesus, ingatlah akan aku". Maka Yesus serentak menganugerahkan penyelamatan penuh baginya : "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan bersama-sama dengan Aku didalam Firdaus" (Lukas 23:43). Disini tampak betapa Sang Firman seolah-olah kembali menghunjukkan Kalimat-kuasaNya : "Jadilah!". Sama seperti ketika Yesus menyembuhkan orang-orang sakit dalam sekejab, begitu pula Dia memulihkan keberdosaan si penjahat serta menganugerahkan keselamatan yang pasti, penuh dan seketika!. Tidak ada istilah "moga-moga". Tidak juga dengan masa percobaan! Atau ditimbang-timbang besaran pahalanya".

Sebaliknya, pada konsep "ikutlah agamaku" (IAK), Anda selalu akan bertanya : Apakah ada kemungkinan "keselamatan instant" (yang dapat dipertanggung-jawabkan) pada saat-saat yang teramat kritis ketika seseorang dieksekusi seperti pada contoh si-penjahat diatas?.
Apa yang harus dilakukan oleh si penjahat tersalib itu, yang "kasep tapi belum kasep", agar sedikit-sedikitnya dia mendapat kesempatan dan kemungkinan untuk selamat?

mendatangkan pertanyaan pada konsep (IAK) apakah "keselamatan-instant" seperti contih si penjahat diatas dimungkinkan? Apa yang harus dilakukan oleh si penjahat tersalib itu agar dia dapat selamat?

Relasi yang tak memerlukan ilmu-agama ini juga ditampakkan ketika Yesus terlihat memarahi murid-muridNya yang mencegah anak-anak kecil untuk menghampiri dan menjamahNya
(Mark. 10:14-16).

Anak-anak kecil tidak mempunyai ilmu, atau mungkin belum cukup ilmu, tetapi mereka mempunyai hati. Mereka belum mandiri "miskin", tak bisa berusaha, tak berdaya, tetapi tergantung sepenuhnya pada Bapak (dependent). Anak-anak kecil adalah kaum yang rendah hati, sederhana, polos, pemaaf, membawa damai, dan hati yang terbuka. Tapi lebih dari semua, mereka percaya total, beriman penuh kepada bapaknya. Mereka adalah pengikut yang paling banyak bagi seruan Sang Bapa "Ikutlah Aku!". Mental dan Alam jiwa demikianlah yang dinyatakan Yesus sebagai Yang Empunya Surga. Mereka tidak mengusahakan keselamatan, namun mereka diselamatkan dan mendapatkan berkatNya! Dan dalam kepolosan kanak-kanaknya mereka bersyukur, melompat-lompat, dan bersorak-sorai memuji Sang Bapa..... Betapa indahnya!.

"Bapa" adalah total relasi

Di keseluruhan Injil, Tuhan Yesus mengajarkan murid-muridNya untuk memanggil Allah sebagai BAPA dan tidak ada nama panggilan yang lain. Dalam doa kepada Allah, Yesus juga meminta mereka memanggil "Bapa kami" (Matius 6:9-13). Dalam bahasa Aram, Bapa disebut ABBA, suatu sebutan yang amat pribadi, intim, dan penuh dengan kasih dan pengampunan
( Rm. 8:15 ). Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!"
Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya Bapa!"
Bandingkan dengan Markus 14:36. Itulah panggilan/sebutan yang menunjukkan relasi-pribadi dan langsung yang luar biasa dekatnya antara Allah Sang Pencipta dengan manusia ciptaanNya, suatu hal yang asing ada dalam kepercayaan/agama lainnya. Orang-orang lain tidak dapat mengakui Tuhan sebagai Bapanya, karena manusia hanya sebagai hambanya (budak) dari Tu(h)an yang Maha Besar, yaitu Allah.

Namun dalam Injil, terdapat sebutan BAPA sebanyak 186 kali (!) yang ditujukan kepada Allah. Apakah istilah ini dipalsukan sehingga tetap diingkari? Tuduhan itu sangat naïf sekali. Fakta ini sendiri telah menunjukkan betapa pentingnya sosok "Bapa" sebagai total relasi bagi manusia. Sebab dengan sebutan ini kita sekaligus ditempatkan sebagai anak-anak Allah yang dikasihinya, dan bukan budakNya yang tidak berhak atas belas kasihanNya dan warisan Kerajaan Surga, seorang budak hanya menunaikan tugas dan beban.

Ketika Yesus disalib, Ia juga memanggil nama Bapa
(Luk. 23:34, 46).

Panggilan "Bapa" dalam peristiwa penyaliban itu sekaligus membuktikan bahwa Yesus sendirilah yang tersalib (dan bukan orang lain) yang sedang memanggil BapaNya. Panggilan yang begitu intim dan mulia itu dapatkah diserukan oleh "sosok imitasi" (entah siapa), yang 'katanya' dimirip-mirpkan Allah diatas kayu salib demi mengelabuhi semua orang-orang Yahudi?!

Apakah Allah yang Mahabenar dan Kuasa itu kehabisan cara sehingga perlu mengelabuhi umatNya?! Termasuk murid-murid dan pengikutNya dan Maria ibuNya? Yang ikut menjadi saksi mata sampai kedekat salib Anaknya (reff. Yohanes 19:25-27). Jikalau begitu, Allah yang mengelabuhi itu tentu bukan Bapa yang diserukan Yesus!
(1 Yohanes 4:19). Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.

Secara natural kita akan bersyukur kepadaNya senang mendengar "suaraNya", dan belajar tentang firmanNya, yaitu Injil Kabar Baik. Kita menjadikan itu makanan rohani kita, yang ternyata memberikan berkat yang nyata dalam kehidupan baru kita bersama dia. Kita bertumbuh dalam iman, dan selalu ingin menyenangkan hati Tuhan, dengan melakukan apa-apa yang dipesankanNya dalam InjilNya.
Bukan usaha keselamatan, melainkan buah-buah keselamatan

Melakukan perintah-perintah Allah bukanlah usaha mencari keselamatan, melainkan buah-buah keselamatan! Dan alasan yang terbaik untuk itu hanyalah tiga kata sederhana, yaitu karena "Allah itu baik!" Kita mengasihi, karena Allah lebih dulu mengasihi kita (1Yoh
. 4:19).
Amin.


Kembali ke hal "relasi dengan Allah" yang tidak menuntut penguasaan ilmu-ilmu agama untuk bisa diselamatkan. Harap jangan salah, Kristianitas bukan melecehkan ilmu, atau tidak bertanggung-jawab dalam pendewasaan rohani. Ikut Yesus adalah masuk dalam relasi dengan Yesus, dan mulai belajar mengasihi Dia, karena Dia telah mengasihi kita lebih dulu
(Pdt. Ramli Harahap)